Blog PJK adalah salah satu kegiatan pada Program Jalinan Kealumnian UMSU. Program CDAC UMSU ini membantu temans alumni yang suka/hobi menulis. Kegiatan blogging adalah bagian dari persiapan karir sebagai penulis, wartawan, copywriter dan karir sejenis.

Konsekuensi Jual Beli dalam Islam

Leave a Comment
ShareThis :


Teman – teman pernah tidak? menjual suatu barang dengan harga seikhlasnya? Bagaimana hukumnya ya di dalam islam? Yuk kita bahas!

Diantara syarat jual beli adalah adanya kejelasan dalam harga objek yang dijual. Karena jika harga tidak jelas, termasuk dalam kategori jual beli ghoror. Ghoror adalah Jual beli yang tidak jelas konsekuensinya.” (al-Qawaid an-Nuraniyah, hlm. 116)

Dan inti dari ghoror adalah adanya jahalah (ketidakjelasan), baik pada barang maupun harga barang. Dari Abu Hurairah, ia berkata : 

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidakjelasan)” (HR. Muslim no. 1513). 

Berikut ini beberapa macam bentuk ghoror khusus dalam transaksi jual beli dan beberapa contohnya:

1.    Ghoror dalam akad 
Dua bentuk transaksi dalam satu akad. Misalnya tunai dengan harga sekian dan kredit dengan harga lebih mahal dan tidak ada kejelasan manakah akad yang dipilih. Dari Abu Hurairah, ia berkata :  “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua bentuk transaksi dalam satu akad” .(HR. An Nasai no. 4632, Tirmidzi no. 1231 dan Ahmad 2: 174. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Jaami’ Ash Shohih no. 6943). 
Sedangkan jika sudah ada kejelasan, misalnya membeli secara kredit –walau harganya lebih tinggi dari harga tunai-, maka tidak termasuk dalam larangan hadits di atas. Karena saat ini sudah jelas transaksi yang dipilih dan tidak ada lagi dua bentuk transaksi dalam satu akad. 

2. Ghoror dalam barang yang dijual                                                                                                 

Ghoror dalam barang bisa jadi pada jenis, sifat, ukuran, atau pada waktu penyerahan. Ghoror bisa terjadi pula karena barang tersebut tidak bisa diserahterimakan, menjual sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat dilihat. 
Contoh:  Jual beli munabadzah dan mulamasah. Dari Abu Sa’id, ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari munabadzah, yaitu seseorang melempar pakaiannya kepada yang lain dan itulah yang dibeli tanpa dibolak-balik terlebih dahulu atau tanpa dilihat keadaan pakaiannya. Begitu pula beliau melarang dari mulamasah, yaitu pakaian yang disentuh itulah yang dibeli tanpa melihat keadaaannya” (HR. Bukhari no. 2144). 
Jual beli ini terdapat jahalah (ketidakjelasan) dari barang yang dijual dan terdapat unsur qimar (spekulasi tinggi) dan keadaan barang tidak jelas manakah yang dibeli.

3 Ghoror dalam bayaran (uang)                                                                                                           

Ghoror dalam masalah bayaran boleh jadi terjadi pada jumlah bayaran yang akan diperoleh, atau pada waktu penerimaan bayaran, bisa jadi pula dalam bentuk bayaran yang tidak jelas. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat tidak bolehnya menjual sesuatu dengan waktu penerimaan upah yang tidak jelas” (Al Majmu’ 9: 339).

Contoh: Jual beli habalul habalah. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang transaksi jual beli yang disebut dengan “habalul habalah”. Itu adalah jenis jual beli yang dilakoni masyarakat jahiliyah. “Habalul habalah” adalah transaksi jual beli yang bentuknya adalah: seorang yang membeli barang semisal unta secara tidak tunai. Jatuh tempo pembayarannya adalah ketika cucu dari seekor unta yang dimiliki oleh penjual lahir” (HR. Bukhari, no. 2143 dan Muslim, no. 3883). 
Cucu dari unta tersebut tidak jelas diperoleh kapankah waktunya. Pembayarannya baru akan diberi setelah cucu unta tadi muncul dan tidak jelas waktunya. Bisa jadi pula unta tersebut tidak memiliki cucu.

Ghoror yang Dibolehkan

Walaupun ghoror asalnya terlarang, namun ada beberapa jual beli bentuk ghoror yang dibolehkan asalkan memenuhi beberapa syarat berikut ini:

1. Yang mengandung spekulasi kerugian yang sedikit. Sebagaimana Ibnu Rusyd berkata,
 “Para pakar fikih sepakat bahwa ghoror pada barang dagangan yang mengandung kerugian yang banyak itulah yang tidak boleh. Sedangkan jika hanya sedikit, masih ditolerir (dibolehkan)”.

2. Merupakan ikutan dari yang lain, bukan ashl (pokok). Jika kita membeli janin dalam kandungan hewan ternak, itu tidak boleh. Karena ada ghoror pada barang yang dibeli. Sedangkan jika yang dibeli adalah yang hewan ternak yang bunting dan ditambah dengan janinnya, maka itu boleh.

3. Dalam keadaan hajat (butuh). Semacam membeli rumah di bawahnya ada pondasi, tentu kita tidak bisa melihat kondisi pondasi tersebut, artinya ada ghoror. Namun tetap boleh membeli rumah walau tidak terlihat pondasinya karena ada hajat ketika itu.

4. Pada akad tabarru’at (yang tidak ditarik keuntungan). seperti dalam pemberian hadiah. Kita boleh saja memberi hadiah pada teman dalam keadaan dibungkus sehingga tidak jelas apa isinya. Ini sah-sah saja. Beda halnya jika tran. Baca Disini Selengkapnya

Tidak semua dari ghoror atau menjual barang dengan seikhlasnya merupakan hal yang dilarang namun harus dengan unsur yang jelas dan apabila kamu ingin memperjual belikan berilah akad yang jelas dan adanya harga yang kamu tawarkan kepada pembeli dengan kesepakatan yang jelas, Wallahu’alam.

Happy Reading ~
#bisnisdalamislam


0 comments:

Posting Komentar